Saturday, February 12, 2011

Psikologi Umum

Psikologi Umum

deskripsi dari pertahanan ego:
Represi : Yang palign dasar di antara mekanisme pertahanan lainnya. suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang mengancam. represi terjadi secara tidak disadari.

Denial : Memainkan peran defensif, sama seperti represi. orang menyangkal untuk melihat atau menerima masalah atau aspek hidup yang menyulitkan. Denial beroperasi pada taraf preconscius atau conscius

Reaction Formation : Salah satu pertahanan terhadap impuls yang mengancam adalah secara aktif mengekspresikan impuls yang bertentangan dengan keinginan yang mengganggu, orang tidak usah harus menghadapi anxietas yang muncul seandainya ia menemukan dimensi yang ini (yang tidak dikehendaki) dari dirinya. individu mungkin menyembunyikan kebencian dengan kepura-puraan cinta, atau menutupi kekejaman dengan keramahan yang berlebihan.

Proyeksi : Mengatribusikan pikiran, perasaan, atau motif yang tidak dapat diterima kepada orang lain. mengatakan bahwa impuls-impuls ini dimiliki oleh “orang lain diluar sana, tidak oleh saya”. misalnya seorang laki-laki yang tertarik secara seksual kepada anaknya perempuan, mengatakan bahwa anaknyalah yang bertingkah laku seduktif. dengan demikian ia tidak usah harus menghadapi keinginannya sendiri.

Displacement : salah satu cara menghadapi anxietas adalah dengan memindahkannya dari objek yang mengancam kepada objek “yang lebih aman”. misalnya orang penakut yang tidak kuasa melawan atasannya melampiaskan hostilitasnya di rumah kepada anak-anaknya

Rasionalisasi : kadang-kadang orang memproduksi alasan-alasan “baik” untuk menjelaskan egonya yang terhantam. rasionalisasi membantu untuk membenarkan berbagai tingkah laku spesifik dan membantu untuk melemahkan pukulan yang berkaitan dengan kekecewaaan. misalnya bila orang tidak mendapatkan posisi yang diinginkannya dalam pekerjaan, mereka memikirkan alasan-alasan logis mengapa mereka tidak mendapatkannya, dan kadang-kadang mereka berusaha membujuk dan meyakinkan dirinya sendiri bahwa sebenarnya dia tidak menghendaki posisi tersebut.

Sublimasi : Dari pandangan freud, banyak kontribusi artistik yang besar merupakan hasil dari penyaluran energi sosial atau agresif kedalam tingkah laku kreatif yang diterima secara sosial dan bahkan dikagumi. misalnya impuls agresif dapat disalurkan menjadi prestasi olahraga.

Regresi : Beberapa orang kembali kepada bentuk tingkah laku yang sudah ditinggalkan. menghadapi stress atau tantangan besar, individu mungkin sudah berusaha untuk menanggulangi kecemasan dengan bertingkah laku tidak dewasa atau tak pantas.

Introyeksi : Mekanisme introyeksi terdiri dari mengambil alih dan “menelan” nilai-nilai standar orang lain. misalnya seorang anak yang mengalami penganiayaan, mengambil alih cara orangtuanya menanggulangi stress, dan dengan demikian mengabadikan siklus penganiayaan anak. introyeksi dapat pula positif, bila yang diambil alih adalah nilai-nilai positif dari orang-orang lain.
SEJARAH PERADABAN
ISLAM


A. Latar belakang masalah


Dalam sejarah kebudayaan ummat manusia proses
tukar-menukar dan interaksi (intermingling) atau pinjam meminjam konsep antara
satu kebudayaan dengan kebudayaan lain memang senantiasa terjadi, seperti yang
terjadi antara kebudayaan Barat dan peradaban Islam. Dalam proses ini selalu
terdapat sikap resistensi dan akseptansi. Namun dalam kondisi dimana suatu
kebudayaan itu lebih kuat dibanding yang lain yang tejadi adalah dominasi yang
kuat terhadap yang lemah. Istilah Ibn Khaldun, "masyarakat yang
ditaklukkan, cenderung meniru budaya penakluknya".


Ketika peradaban Islam menjadi sangat kuat dan
dominan pada abad pertengahan, masyarakat Eropa cenderung meniru atau
"berkiblat ke Islam". Kini ketika giliran kebudayaan Barat yang kuat
dan dominan maka proses peniruan itu juga terjadi. Terbukti sejak kebangkitan
Barat dan lemahnya kekuasaan politik Islam, para ilmuwan Muslim belajar
berbagai disiplin ilmu termasuk Islam ke Barat dalam rangka meminjam. Hanya
saja karena peradaban Islam dalam kondisi terhegemoni maka kemampuan menfilter
konsep-konsep dalam pemikiran dan kebudayaan Barat juga lemah.


B. Perumusan masalah


Adapun masalah yang akan dibahas adalah seputar
pengertian peradaban islamdan juga peradaban islam sebagai ilmu pengetahuan dan
dasar-dasar peradaban islam serta sedikit menyinggung tentang perekembangan
perdaban islam


C. Pembatasan Masalah


Adapun didalam pembahasan yang akan didiskusikan
tidak keluar dan menyimpang dari semua yang ada tertulis didalam makalah ini
yang ruang lingkupnya hanya seputar pengantar peradaban islam.


  BAB II


Pembahasan


A. Pengertian Peradaban


   Kata
Peradaban seringkali diberi arti yang sama dengan kebudayaan. Tetapi dalam B.
Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut. Istilah
Civilization untuk peradaban dan Culture untuk kebudayaan. Demikian pula dalam
B. Arab dibedakan antara kata Tsaqafah (kebudayaan), kata Hadharah (kemajuan),
dan Tamaddun (peradaban)


Menurut A.A. Fyzee, peradaban
(civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan kewarganegaraan karena
berasal dari kata civies (Latin) atau civil (Inggris) yang berarti seorang
warganegara yang berkemajuan. Dalam hal ini peradaban diartikan dalam dua cara:


(1) proses menjadi berkeadaban, dan


(2) suatu masyarakat manusia yang sudah
berkembang atau maju.


Suatu peradaban ditunjukkan dalam
gejala-gejala lahir, mis. Memiliki kota-kota besar, masyarakat telah memiliki
keahlian di dalam industri (pertanian, pertambangan, pembangunan, pengangkutan
dsb), memiliki tertib politik dan kekuasaan, dan terdidik dalam kesenian yang
indah-indah.


Adapun kebudayaan diartikan bersifat
sosiologis di satu sisi dan antropologis di sisi lain. Istilah kebudayan
(culture) pada dasarnya diartikan sebagai cara mengerjakan tanah, memelihara
tumbuh2an, diartikan pula melatih jiwa dan raga manusia. Dalam latihan ini
memerlukan proses dan mengembangkan cipta, karsa, dan rasa manusia. Maka
culture adalah civilization dalam arti perkembangan jiwa.


Peradaban Islam memiliki tiga pengertian
yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang dihasilkan
dalam suatu periode kekuasaan Islam mulai dari periode Nabi Muhammad Saw.
sampai perkembangan kekuasaan sekarang; kedua, hasil-hasil yang dicapai oleh
umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuan dan kesenian; ketiga,
kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang berperan melindungi pandangan hidup
Islam terutama dalam hubungannya dengan ibadah-ibadah, penggunaan bahasa, dan
kebiasaan hidup kemasyarakatan.


B. Meraih Kejayaan Islam dengan Iptek


Berdasarkan penjelasan Ibnu Khaldun
tentang kebangkitan suatu peradaban, jika umat Islam ingin membangun kembali
peradabannya, mereka harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi¹. Tanpa
ini, kebangkitan Islam hanya akan menjadi utopia belaka.


Menurut Ibnu Khaldun, wujud suatu
peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen penting yaitu, kemampuan
manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan teknologi, kemampuan
berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer, dan kesanggupan
berjuang untuk hidup. Jadi kemampuan berfikir merupakan elemen asas
suatu peradaban. Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya jika bangsa itu
telah mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan
manusia ditentukan oleh ketinggian pemikirannya.


Suatu
peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang
tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja
tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang
tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya
pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu
pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup.


Maka dari itu, pembangunan kembali
peradaban Islam harus dimulai dari pembangunan ilmu pengetahuan Islam. Orang
mungkin memprioritaskan pembangunan ekonomi dari pada ilmu, dan hal itu tidak
sepenuhnya salah, sebab ekonomi akan berperan meningkatkan taraf kehidupan.
Namun, sejatinya faktor materi dan ekonomi menentukan setting kehidupan
manusia, sedangkan yang mengarahkan seseorang untuk memberi respon seseorang
terhadap situasi yang sedang dihadapinya adalah faktor ilmu pengetahuan. Dari
sini, kita melihat peran vital pendidikan sebagai jalan kebangkitan peradaban
Islam.


Lebih penting dari ilmu dan pemikiran yang
berfungsi dalam kehidupan masyarakat, adalah intelektual. Ia berfungsi sebagai
individu yang bertanggung jawab terhadap ide dan pemikiran tersebut. Bahkan
perubahan di masyarakat ditentukan oleh ide dan pemikiran para intelektual. Ini
bukan sekedar teori tapi telah merupakan fakta yang


Terdapat dalam sejarah kebudayaan Barat
dan Islam. Di Barat ide-ide para pemikir, seperti Descartes, Karl Marx,
Emmanuel Kant, Hegel, John Dewey, Adam Smith dan sebagainya adalah
pemikir-pemikir yang menjadi rujukan dan merubah pemikiran masyarakat.


Demikian pula dalam sejarah peradaban
Islam, pemikiran para ulama seperti Imam Syafii, Hanbali, Imam al-Ghazzali, Ibn
Khaldun, dan lain sebagainya mempengaruhi cara berfikir masyarakat dan bahkan
kehidupan mereka. Jadi membangun peradaban Islam harus dimulai dengan membangun
pemikiran umat Islam, meskipun tidak berarti kita berhenti membangun
bidang-bidang lain. Artinya, pembangunan ilmu pengetahuan Islam hendaknya
dijadikan prioritas bagi seluruh gerakan Islam.


Guna memuluskan jalan menuju kebangkitan
peradaban Islam ini, umat Islam harus giat belajar, mengkaji, dan mengembangkan
ilmu pengetahuan. Demi kemajuan para pemimpin dan umat Islam berada di atas
nilai-nilai Islami. Sehingga umat Islam akan menjadi khairu ummah sebagaimana
yang disinyalir QS Ali Imran [3]: 110.


C. Dasar-dasar Peradaban Islam


Analisis Historis Dan Konstektual Dalam
Kajian Literatur Islam Klasik; Adalah kesepakatan keimanan seluruh kaum
muslimin bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah agama yang
dihadirkan untuk menjadi petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Pandangan
ini didasarkan pada teks al Qur-an : Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad)
melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembir Dan sebagai
pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tidakmengetahui”. Dalam teks lain
dikemukakan bahwa visi atau tujuan akhir yang dibawa oleh agama ini adalah
kerahmatan (kasih sayang). Dan ini bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi
alam semesta. Ia adalah agama yang merahmati alam semesta.(Q.S. al Anbiya,21:
107). Berdasarkan teks al Qur-an tersebut, maka seluruh manusia merupakan
ciptaan Tuhan Dan semuanya meski memiliki latarbelakang kultural, etnis, warna
kulit, kebangsaan, Dan jenis kelaim, menempati posisi yang sama di hadapan-Nya.


Hal ini dinyatakan secara eksplisit Dalam
al Qur-an :;Wahai manusia, Kami ciptakan kamu sekalian terdiri dari laki-laki
Dan perempuan Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa Dan bersuku-suku agar
saling mengenal. Sesungguhnya yang paling unggul di antara kamu adalah yang
paling bertaqwa (kepada Allah;.(Q.S. Al Hujurat, 13). Ini sungguh merupakan
pernyataan paling tegas mengenal universalitas Islam Totalitas Islam pada sisi
lain muncul Dalam konsep “Trilogi Islam”. Trilogi ini merupakan ajaran yang
mewadahi dimensi-dimensi manusia. Pertama, dimensi keimanan. Dimensi ini
berpusat pada keyakinan personal manusia terhadap;Kemahaesaan Tuhan;, pada;al
Nubuwwat; (kenabian dan kitab-kitab suci) Dan;al Ghaibiyyat” (metafisika).


Dimensi ini biasanya juga dikenal dengan
istilah “aqidah”. Kedua adalah dimensi aktualisasi keyakinan tersebut yang
bersifat eksoterik (hal-hal yang dapat dilihat, yang lahiriyah). Dimensi ini berisi
aturan-aturan bertingkahlaku baik tingkah laku personal dengan Tuhannya,
tingkah laku interpersonal yakni antar suami-isteri Dan bertingkahlaku antar
personal. Dimensi ini biasanya disebut “syari’ah”. Ketiga aturan ini kemudian
dirumuskan oleh para ulama Islam sebagai : aturan ibadah, aturan hukum keluarga
(al ahwal al syakhshiyyah), Dan aturan mu’amalat atau pergaulan antar manusia
Dalam ruang publik dengan segala persoalannya. Dimensi ketiga adalah
aturan-aturan yang mengarahkan gerak hati (dimensi esoterik) yang diharapkan
akan teraktualisasi Dalam sikap- sikap moral luhur atau al Akhlaq al Karimah.
Ini biasanya disebut juga dimensi “tasawuf/akhlaq”.Seluruh dimensi ajaran Islam
tersebut diambil dari sumber-sumber otoritatif Islam yakni al Qur-an Dan Hadits
Nabi. Kedua sumber utama Islam ini mengandung prinsip-prinsip, dasar-dasar
normatif, hikmah-hikmah Dan petunjuk-petunjuk yang diperlukan bagi hidup Dan
kehidupan manusia. Al Qur-an menyatakan : “Kami tidak melupakan sesuatupun di
Dalam al Kitab”. Q.S.Al An’am,6:38). Dari sini para ulama kemudian
mengeksplorasi Dan mengembangkan kandungannya untuk menjawab kebutuhan manusia
Dalam ruang Dan waktu yang berbeda-beda Dan berubah-ubah.


Ekplorasi Dan pengembangan tersebut dilakukan
melalui alat Analisis yang bernama Ijtihad, Istinbat atau Ilhaq al Masail bi
Nazha-iriha atau sebutan lain yang identik dengan aktifitas intelektual.
Alat-alat Analisis inilah yang kemudian melahirkan khazanah intelektual Islam
yang maha kaya Dalam beragam disiplin ilmu pengetahuan Dan teknologi. Inilah
yang kemudian menciptakan peradaban Islam yang gemilang. Aktifitas intelektual
kaum muslim paling produktif Dalam sejarah Islam lahir pada tiga abad pertama
Islam.Menelusuri aktifitas intelektual kaum muslimin pada tiga abad pertama
Islam kita menemukan bahwa para sarjana Klasik Islam Klasik ternyata tidak
melakukan dikotomisasi antara ilmu pengetahuan Agama Dan pengetahuan umum
(sekuler). Mereka meyakini bahwa beragam jenis ilmu pengetahuan adalah ilmu
Allah yang mahakaya.


 Bahkan
pergulatan intelektual mereka dilakukan dengan mengadopsi secara selektif
produk-produk ilmu pengetahuan Helenistik Dan Persia terutama Dalam bidang
filsafat Dan fisika.Aspek Hukum Islam Pada tataran pengetahuan keagamaan,
bidang paling hidup Dan produktif adalah bidang hukum. Ini memang wajar karena
tingkahlaku manusia senantiasa bergerak Dan ruang Dan waktu yang semakin meluas
Dan cepat disamping ini paling mudah dipahami banyak orang. Maka sampai abad ke
IV H, peradaban Islam telah menghasilan ratusan para ahli hukum Islam terkemuka
(mujtahidin) selain empat Imam mujtahid; Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad
bin Idris al Syafi’i Dan Ahmad bin Hanbal. Mereka bekerja keras untuk
mengeksploitasi Dan mengembangkan hukum Islam bagi keperluan masyarakat yang
senantiasa berkembang.


Masing-masing dengan metodanya Dan
kecenderungannya sendiri-sendiri. Produk-produk hukum mereka yang dikemudian
hari dikenal dengan sebutan “fiqh”, senantiasa memiliki relevansi dengan
konteks sosio-kulturalnya masing-masing. Jika kita harus memetakan pola fiqh ke
empat mazhab paling terkenal di atas, maka dapat kita kemukakan : Mazhab Hanafi
adalah mazhab ahl al Ra’y (rasionalis), mazhab Maliki; mazhab “muhafizhin”
(menjaga tradisi), Syafi’i mazhab al Tawassuth, Dan Hanbali ; mazhab
“mutasyaddidin”. Pembagian pola atau katagorisasi ini tentu saja tidak bersifat
absolut, melainkan sebagai kecenderungan utama atau umum. Satu hal yang sangat
menarik adalah bahwa mereka Dan para pengikutnya yang awal senantiasa saling
menghargai pendapat lainnya. Satu pernyataan yang sering dikemukakan mereka
adalah “Ra’yuna Shawab Yahtamil al Khatha’ wa Ra’yu Ghairina Khatha Yahtamil al
Shawab”


Sikap menghargai pandangan orang lain yang berbeda
ditunjukkan oleh Imam Malik bin Anas melalui penolakannya terhadap Khalifah
dinasti Abbasiyah, Abu Ja;far al Manshur yang menghendaki kitab;Al Muwattha;
sebagai rujukan hukum bagi seluruh masyarakat muslim. Kepada Khalifah beliau
mengatakan :;anda tahu bahwa di berbagai wilayah negeri ini telah berkembang
berbagai tradisi hukum sesuai dengan kemaslahatan setempat. Biarkan masyarakat
memilih sendiri panutannya. Maka saya kira tidak ada alasan untuk
menyeragamkannya. Sebab tidak ada seorangpun yang berhak mengklaim kebenaran
atas nama Tuhan sekalipun”.(Inna likulli qawmin Salafan wa Aimmah).(Baca :
Subhi Mahmasani, Falsafah al Tasyri; fi al Islam, 89). Upaya-upaya ke arah
pengembangan hukum Islam sesudah abad IV H, memang kemudian mengalami proses
stagnasi atau tidak berjalan secara progresif. Kecenderungan umum keberagaman
umat Islam adalah mengikuti apa yang sudah ada, yang sudah jadi, produk para
ulama sebelumnya. Pemikiran mereka direproduksi Dalam beragam pola ; syarh,
hasyiyah, matan Dan nazhm. Kebutuhan Menghidupkan Teks Dewasa ini sangat
disadari bahwa produk- produk Islam tidak lagi cukup memadai untuk menjawab
berbagai problem baru produk modernitas. Karena itu upaya- upaya menghidupkan
teks-teks fiqh, sudah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak dilakukan oleh
umat Islam.


   Beberapa
hal yang bisa dijadikan dasar kontekstualisasi adalah :Mengkaji substansi,
kausalita; hukum yang terdapat Dalam teks. Cara ini sejalan dengan kaedah fiqh
:


- Mengkaji sosio-kultural Dan Politik yang
melatarbelakangi teks-teks fiqh Klasik.²


- Menjadikan realitas sosial baru sebagai bahan
Analisis bagi kemungkinan dilakukannya perubahan hukum. Ini sejalan


- Dengan kaedah “Taghayyur al Ahkam bi Taghayyur al
Ahwal wa al Azminah wa al Amkinah”(hukum bisa


- Berubah karena perubahan keadaan, zaman Dan
tempat).


-Perubahan hukum tersebut harus selalu
mengacu pada empat hal : Keadilan, Kemaslahatan, Ke Kerahmatan Dan
Kebijaksanaan.


D. Periodesasi perkembangan peradaban islam


Sejak awal, Rasulullah SAW tidak pernah
mengajar sistem feodal atau monarki. Maka, pemilihan khalifah (pada masa khulafaur
rasyidin) dilakukan dengan tiga model pemilihan: aklamasi; penunjukan; atau
(ketiga) melalui tim formatur (dewan syura).


Sementara di bidang ekonomi, Nabi SAW
mewariskan prinsip: mengakui hak individu berikut penggunaannya; kepemilikan
pribadi itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT; dan (prinsip ketiga)
harta tersebut harus disalurkan kepada fakir miskin atau yang lebih
membutuhkan. Sedang sistem sosial Islam merangkul semua lapisan masyarakat;
mempertalikan si kaya dengan si miskin, dan raja dengan rakyat. Tidak ada
kasta-kasta dalam Islam.


Islam menyajikan sistem tolong menolong
antarumat dalam lapangan politik, perekonomian, kehidupan sosial, bahkan sistem
perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian, konsulat, suaka
politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan dengan pihak
lain, seperti Yahudi, Persia dan Romawi.


Semasa Dinasti Umayyah (Amawiyah) berkuasa
(661-770M), banyak institusi politik dibentuk, misalnya undang-undang
pemerintahan, dewan menteri, lembaga sekretariat negara, jawatan pos dan giro
serta penasihat khusus di bidang politik.


Dalam tatanan ekonomi dan keuangan juga
dibentuk jawatan ekspor dan impor, badan urusan logistik, lembaga sejenis
perbankan, dan badan pertanahan negara. Sedang dalam tatanan teknologi, dinasti
ini telah mampu menciptakan senjata-senjata perang yang canggih pada masanya,
sarana transportasi darat maupun laut, sistem pertanian maupun pengairan


Wilayah kekuasaan Umayyah berkembang di
sebelah Timur sampai ke Oxus, bagian barat India sampai Punjab dan Lahore. Di
Utara, dikuasainya Pulau Rhodes, Cretta, sampai Konstantinopel. Sementara di
Barat, dinasti ini menguasai seluruh Afrika Utara, Aljazair, Tangiers dan
Spanyol.


Ketika Bani Umayyah digantikan Bani
Abbasiyah (750-1258M), ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang lebih pesat.
Gerakan keilmuan lebih bersifat spesifik. Di bidang astronomi, astronom pertama
Muslim Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farazi (777M) membuat astrolobe atau alat ukur
ketinggian bintang. Lalu ada Ali ibn Rabban Al-Tabari (850M) sebagai dokter
pertama yang mengarang buku Firdaus Al Hikmah. Tokoh kedokteran lainnya adalah
Ibnu Sina, Al Razi dan Al Farabi.


Sementara di bidang kimia, muncul Jabir
ibn Hayyan sebagai Bapak Ilmu Kimia Islam. Kimiawan Muslim lainnya ketika itu
adalah Al Razi dan Al Tuqrai (abad ke-12M). Muncul pula sejarawan seperti Ahmad
al-Yakubi dan Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jarir Al-Tabari. Sedang ahli
ilmu bumi termasyhur Ibnu Khurdazabah (820-913M).


Khusus di bidang hadits, dilakukan penyempurnaan,
pembukuan dan pencatatan dari hafalan para sahabat. Mulailah dilakukan
pengklasifikasian secara sistematis dan krologis, sehingga muncul apa yang kita
kenal sebagai hadits shahih, dhaif, maudhu. Bahkan dikemukakan pula kritik
sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi sebuah hadits .


Apa yang disajikan Ajid Thohir dalam
bukunya Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar
Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam terbitan Rajawali Pers (PT Raja Grafindo
Perkasa) ini membuktikan argumentasi reformis Islam asal Mesir Muhammad Abduh
bahwa sangat tidak benar (persangkaan Barat selama ini) mengaitkan Islam dengan
keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan. Justru Baratlah yang kemudian
mencomot apa-apa yang terbaik dari peradaban Islam.


Pecahnya kekhalifahan Umayyah adalah
penguasa pertama yang mengubah sistem pemerintahan Islam, dari yang bersifat demokrasi
menjadi monarki absolut Demikian pula Bani Abbasiyah __meski berdasarkan nilai
kebersatuan, moderat, universal, dan kesamaan hubungan dalam hukum__ merupakan
daulat yang dibangun dengan sistem suksesi turun temurun. Ketika terjadi
konflik internal keluarga dan pada saat mereka kehilangan kendali terhadap
daulat-daulat kecil, maka pecahlah kekuasaan kekhalifahan.


Di wilayah Barat, Andalusia, Dinasti
Umayyah bangkit lagi dengan mengangkat Abdurahman Nasr menjadi khalifah/Amir
Al-Mukminin. Di Afrika Utara, Syiah Amaliah membentuk Dinasti Fatimiah.
Sementara di Mesir muncul Muhammad Ikhsyid sebagai penguasa dari Bani Abbas. Di
Baghdad __pusat kekuasaan Abbasiyah__ sendiri, berdiri Bani Buwaihi. Yaman dan
Tunisia pun bangkit.


Kekuasaan Umayyah dihancurkan Abbasiyah,
karena ketidakadilan dalam kebijakan land reform serta konflik berkepanjangan
dengan kaum Syiah. Sedang Daulat Abbasiyah dihancurkan pasukan Tartar dari
Mongolia, ketika kejayaannya juga terus merosot dan lemah.


Ajid Thohir secara sistematis menyajikan
bagaimana prosesi sejarah peradaban di kawasan dunia Islam ini berjaya dan
jatuh bangun. Juga ia hadirkan keinginan-keinginan untuk mendirikan negara
Islam, seperti yang terjadi di Indonesia pada masa pemerintahan Ir Soekarno.

BAB III


KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan


Peradaban seringkali diartikan sama dengan
kebudayaan menurut a.a. Fyzee, peradaban (civilization) dapat diartikan dalam
hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (latin) atau
civil (inggris) yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan


Suatu peradaban hanya akan wujud jika
manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan
taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana
dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam
hal ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun
yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang
berasal dari pandangan hidup.


Islam menyajikan sistem tolong menolong
antarumat dalam lapangan politik, perekonomian, kehidupan sosial, bahkan sistem
perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian, konsulat, suaka
politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan dengan pihak
lain, seperti Yahudi, Persia dan Romawi.


B. Saran


Diharapkan kepada seluruh mahasiswa pada
umumnya, Agar lebih belajar dengan giat tentang sejarah peradaban islam karena
agar kita lebih mengenal bagaimana sebuah peradaban tejadi yang pada makalah
ini dititik beratkan pada peradaban islam.


DAFTAR PUSTAKA


1. Science And
Civilization in islam, pengarang : seyyed Hossein nasr. penerbit : Barnes &
Noble Books, State University of New York dialih bahasakan oleh DR.
yazid penerbit Press, 1993


2. Abu Ishaq al
Syathibi, dalam bukunya Al Muwafaqat fi Ushul al Syari’ah, Maktabah Tijariyah
Kubra, Kairo diterjemahlkan oleh. Mukhsin dkk diterbitkan oleh yayasan UIN Jakarta- mei 2006


3. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia
Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam Penerbit:
Rajawali Pers Penulis: Ajid Thohir Cetakan I: September 2004.



http://zanikhan.multiply.com/profile